Tahun 1807 – 1811, Indonesia
dikuasai oleh Republik Bataaf bentukan Napoleon Bonaparte, penguasa di
Prancis (Belanda menjadi jajahan Prancis). Napoleon Bonaparte mengangkat
Louis Napoleon menjadi wali negeri Belanda dan negeri Belanda diganti
namanya menjadi Konikrijk Holland. Untuk mengurusi Indonesia, Napoleon
mengangkat Herman Willem Daendels menjadi gubernur jenderal di Indonesia (1808 – 1811).
Tugas
utama Daendels adalah mempertahankan Jawa dari serangan Inggris
sehingga pusat perhatian Daendels ditujukan kepada pertahanan dan
keamanan. Adapun langkah-langkah yang ditempuh Daendels sebagai berikut.
a. Membentuk tentara gabungan yang terdiri atas orang-orang Bugis, Makassar, Bali, Madura, dan Ambon.
b. Menjadikan kota Batavia sebagai benteng pertahanan.
c. Membuat galangan beserta kapalnya di Surabaya.
d. Membangun pelabuhan Cirebon, Tanjung Priok, Tanjung Perak, dan Tanjung Merak.
e.
Membangun jalan raya dari Anyer sampai Panarukan sepanjang 1000 km.
Pembangunan jalan ini menyebabkan ribuan orang mati karena kelelahan,
siksaan, kelaparan, dan penyakit. Daendels tidak pernah mau menghiraukan
penderitaan rakyat sehingga ia mendapat julukan jenderal guntur.
Untuk
memperoleh dana, Daendels menjual tanah-tanah kepada orang-orang
swasta. Akibatnya, tanah-tanah partikelir mulai bermunculan di sekitar
Batavia, Bogor, Indramayu, Pamanukan, Besuki, dan sebagainya. Bahkan,
rumahnya sendiri di Bogor dijual kepada pemerintah, tetapi rumah itu
tetap ditempatinya sebagai rumah tinggalnya. Tindakan dan kekejaman
Daendels tersebut menyebabkan raja-raja Banten dan Mataram memusuhinya.
Untuk
menutup utang-utang Belanda dan biaya-biaya pembaharuan tersebut,
Daendels kembali menjual tanah negara beserta isinya kepada swasta,
sehingga timbullah sistem tuan tanah di Jawa yang bertindak sebagai raja
daerah, misalnya di sekitar Batavia dan Probolinggo.
Kekejaman Daendels tersebut terdengar sampai ke Prancis. Akhirnya, dia dipanggil
pulang karena dianggap memerintah secara autokrasi dan Indonesia diperintah oleh Jansens.