Selain
melakukan pengontrolan dan eksploitasi sumber daya alam Indonesia,
pemerintah pendudukan Jepang juga melakukan eksploitasi sumber daya
manusia Indonesia dalam bentuk kegiatan sebagai berikut.
Romusha
Rakyat
desa yang tenaga dan hartanya diperas oleh tentara pendudukan Jepang
masih dibebani kewajiban kerja paksa tanpa upah (romusha). Mereka
diperintahkan mengerjakan sarana militer untuk kepentingan Jepang.
Para romusha dipaksa bekerja keras sepanjang hari tanpa upah, makan
pun sangat terbatas sehingga kelaparan dan banyak yang meninggal di
tempat kerja.
Kinrohosi
Bentuk
lain dari romusha adalah kinrohosi, yaitu wajib kerja tanpa upah bagi
tokoh masyarakat, seperti para pamong desa dan para pegawai rendahan.
Seinendan
atau Barisan Pemuda
Seinendan
dibentuk pada tanggal 9 Maret 1943. Anggotanya terdiri atas para
pemuda berumur 14–22 tahun. Mereka dididik militer agar dapat
mempertahankan Tanah Air dengan kekuatan sendiri. Akan tetapi, tujuan
sebenarnya adalah mempersiapkan para pemuda Indonesia untuk membantu
tentara Jepang menghadapi tentara Sekutu dalam Perang Asia Pasifik.
Keibodan
atau Barisan Pembantu Polisi
Keanggotaan
Keibodan terdiri atas pemuda berusia 23–25 tahun. Keibodan dibentuk
tanggal 29 April 1943. Barisan Keibodan di Sumatra disebut Bogodan
dan di Kalimantan disebut Borneo Konan Hokekudan. Mereka memperoleh
pendidikan untuk membantu tugas Polisi Jepang. Organisasi Keibodan
berada di bawah pengawasan Polisi Jepang secara ketat agar tidak
terpengaruh oleh golongan nasionalis.
Fujinkai
atau Barisan Wanita
Fujinkai
dibentuk pada bulan Agustus 1943. Anggotanya adalah kaum wanita
berusia 15 tahun ke atas. Tujuan Fujinkai adalah membantu Jepang
dalam perang menghadapi Sekutu.
Jawa
Hokokai atau Perhimpunan Kebaktian Rakyat Jawa
Perhimpunan
ini dibentuk untuk mengerahkan rakyat guna berbakti sepenuhnya kepada
Jepang dalam memenangkan Perang Asia Pasifik melawan Sekutu.
Suishintai
atau Barisan Pelopor
Organisasi
Suishintai dibentuk pada tanggal 14 September 1944 dan diresmikan
pada tanggal 25 September 1944. Pemimpin organisasi tersebut adalah
Ir. Sukarno dibantu Otto Iskandardinata, R.P. Suroso, dan Dr.
Buntaran Martoatmojo.
Heiho
atau Pembantu Prajurit Jepang
Heiho
dibentuk pada bulan April 1945. Anggotanya adalah pemuda yang berusia
18–25 tahun. Heiho adalah wadah yang disediakan Jepang untuk pemuda
Indonesia sebagai barisan pembantu kesatuan angkatan perang dan
merupakan bagian dari ketentaraan Jepang.