Para ahli menemukan bahwa matahari dan bintang-bintang mengandung unsur-unsur secara pasti.
Sebelum abad ke-19, Josef Fraunhofer, seorang ahli fisika Jerman mempelajari pancaran sinar matahari dan memperhatikan garis-garis gelap pada panjang gelombang tertentu. Rupa-rupanya garis-garis ini berasal dari pita warna berkesinambungan dari cahaya yang dipancarkan oleh sinar matahari.
Sebagian pancaran sinar yang mempunyai panjang gelombang tertentu tersebut diserap oleh permukaan atom. Berdasarkan kesesuaian gaaris-garis cahaya yang diserap dengan spektrum cahaya bintang-bintang yang dipancarkan dan pancaran spektrum dari unsur-unsur yang dikenal, para ahli mengambil kesimpulan tentang jenis unsur apa saja yang ada di bintang.
Pada tahun 1868 seorang ahli fisika Perancis yang bernama Pierre Janssen menemukan garis gelap baru dari spektrum pancaran sinar matahari tidak sesuai dengan garis-garis pancaran dari unsur-unsur yang sudah dikenal. Nama helium (berasal dari bahasa Yunani helios, artinya matahari) diberikan untuk unsur-unsur yang memenuhi untuk garis-garis penyerapan (garis-garis gelap) tersebut. Dua puluh tujuh tahun kemudian helium telah ditemukan di bumi oleh ahli kimia Inggris, William Ramsay, terdapa dalam mineral uranium. Di bumi, satu-satunya sumber helium adalah melalui proses peluruhan radioaktif, yaitu ketika sinar alpha yang dipancarkan selama peluruhan inti atom, akhirnya berubah menjadi atom-atom helium.