Wilayah Indonesia merupakan salah satu jalur perdagangan laut di antara sejumlah pusat peradaban kuno. Jalur perdagangan ini meliputi perairan Laut Cina Selatan, Tanah Genting Kra (baru di kemudian hari melewati Selat Malaka), Teluk Benggala, Laut Arab, hingga ke Laut Tengah. Selama periode ini terjadilah interaksi awal antara orang India dan Cina dengan penduduk nusantara.
1. India
Para ahli sejarah percaya bahwa hubungan dagang antara Nusantara (Indonesia) dan India lebih dahulu berkembang dibandingkan hubungan dagang antara Nusantara dan Cina. Hal tersebut ditelusuri dari sumber-sumber seperti Kitab Ramayana yang menyebut nama-nama seperti Yawadipa dan Swarnadipa, yang mengacu pada Pulau Jawa dan Sumatera.
Dalam pelayaran mereka menuju Cina atau sebaliknya, para pedagang India harus menyusuri pantai timur Sumatera ketika melintasi Selat Malaka. Mereka kemudian singgah di sejumlah pelabuhan penting di Sumatera, pesisir utara Jawa, dan Kalimantan. Di tempat-tempat tersebut, para pedagang dan kedua belah pihak menukarkan barang-barang dagangan mereka. Para pedagang India memperoleh logam mulia, emas, perhiasan, beras, kayu cendana, dan rempah-rempah dari pedagang Nusantara. Sementara, orang-orang Nusantara memperoleh kain dan batu permata dari pedagang India.
2. Cina
Hubungan awal antara Nusantara (Indonesia) dan Cina terjadi karena perluasan pengaruh Kekaisaran Cina ke Asia Tenggara pada akhir abad ke-2 sebelum Masehi. Menurut sebuah catatan dari Cina, pada zaman pemerintahan Kaisar Wu-ti (140-86 sebelum Masehi) orang Cina telah berlayar mengunjungi lima buah pulau besar di Laut Selatan. Kemungkinan besar pulau-pulau yang dimaksud terletak di Nusantara. Catatan tersebut melaporkan bahwa penduduk pulau-pulau itu memiliki kapal sendiri. Kapal itu digunakan untuk merompak maupun mengangkut barang dagangan.
Hubungan dagang antara Nusantara dan Cina pada masa itu selalu melibatkan pihak penguasa. Kekaisaran Cina menjalin hubungan perdagangan hanya dengan negeri-negeri atau kerajaan lain yang mengakuinya sebagai Yang Dipertuan. Sebagai penghormatan terhadap kaisar Cina, utusan suatu kerajaan atau para pedagang akan membawa upeti ke istananya. Sebagai imbalannya, kaisar kemudian memberi daftar sejumlah barang pesanan kepada para utusan atau pedagang tersebut. Upeti dan barang-barang dagangan dari Nusantara yang dibawa ke Cina biasanya berupa lada, pala, cengkeh, kapur barus, kayu wangi, cula badak, gading gajah, dan sejumlah jenis hewan seperti kera putih dan burung kasuari. Sebagai tukarannya, orang Nusantara mendapatkan barang-barang keramik maupun kain sutera dari Cina.
Bukti-bukti lainnya mengenai adanya hubungan antara Cina dan Nusantara diperoleh dari catatan para pengelana Cina yang singgah di Nusantara dalam perjalanan ziarah mereka ke India. Di antara catatan tersebut terdapat laporan dari I-tsing, yang pernah tinggal di Sriwijaya selama beberapa bulan untuk belajar bahasa Sanskerta sebelum berziarah ke India. Ia kemudian kembali lagi ke Sriwijaya dan tinggal selama empat tahun di sana untuk menulis sejumlah buku tentang ajaran agama Budha.